Saturday, September 12, 2009

Operasi Usus Buntu

Ehm-ehm...
Sesuai judulnya... Ini pengalaman saya beberapa waktu yang lalu ketika operasi Usus buntu alias operasi appendix (appendicitis).

Awalnya, jauh hari sebelum operasi saya merasakan nyeri yang cukup mengganggu di bagian perut kanan bawah. Kepala jadi sering pusing, badan pernah terasa panas, makanpun rasanya tidak enak. Namun karena saya biarkan saja, akhirnya makin bertambah parah. Lama kelamaan rasa nyerinya menjadi makin luar biasa, sehingga untuk melangkahkan kaki kanan saja terasa sakit. Bahkan, dalam kondisi berbaringpun, jikalau kaki kanan diangkat sedikit, rasanya sakit sekali di perut bagian kanan itu. Ya sudah, saya tidak bisa jalan...

Setelah periksa ke Dokter, memang dari diagnosa awal sudah terdeteksi gejala peradangan usus buntu, tapi untuk memperkuat dugaan tersebut akhirnya saya mesti melakukan pemeriksaan appendicogram di rumah sakit. Aduh, diapain lagi tuh???

Besoknya, saya ke rumah sakit untuk pemeriksaan appendicogram. Setelah mendaftar, ternyata tidak langsung diperiksa. Saya diberi bubuk Barium (kalau tidak salah) satu cup kecil untuk dicampurkan dengan air putih hangat. Lalu larutan itu harus diminum langsung, setelah itu mesti puasa sekitar 12 jam & tidak boleh buang air besar, baru datang lagi ke rumah sakit untuk pemeriksaan appendicogram.

Bzzz... Ternyata larutan itu rasanya TIDAK ENAK... Rasanya tawar namun terasa aneh di mulut, seperti meminum kaporit... Hoek-hoek...
Yaudah, karena nggak boleh ngapa-ngapain akhirnya saya istirahat...

Dua belas jam kemudian balik lagi ke rumah sakit. Oleh perawatnya langsung diantar ke bagian radiologi. Hah??? Mau diapakan lagi badanku ini???
Disana saya ditidurkan di tempat seperti kasur yang bisa bergerak, lalu oleh perawatnya dipaskan antara alat pendeteksinya dengan usus buntu saya... Oh, ternyata saya difoto rontgen...
Beberapa saat kemudian fotonya jadi, lalu konsultasi ke dokter, memang benar sepertinya ada masalah dengan umbai cacing. Apa boleh buat, mesti di operasi... OMG...!!!! ARRRGGHHH...!!! TAKUTTT...!!!!

Hiks-hiks... Tapi daripada nanti bocor, terus infeksi & menjalar ke seluruh tubuh, yaudahlah nurut aja. Besoknya saya masuk rumah sakit lagi, check in. Saat itu saya diukur tekanan darah, dsb. Lalu ditempatkan di bangsal rumah sakit, setelah itu dipasangi infus di tangan kiri saya. Operasi masih 20 jam lagi, saya bingung kenapa harus menunggu di kamar itu begitu lama. Tapi daripada bingung lebih baik saya istirahat biar rileks.

Dua belas jam sebelum operasi saya dibangunkan makan oleh perawat. Setelah itu katanya harus puasa lagi sebelum operasi... Perasaan puasa melulu... Kenapa yah? Kata perawatnya biar nanti nggak muntah ketika operasi. Loh, kok bisa ? Perawatnya diam saja & langsung kabur. Memang saya ini pasien yang banyak nanya...

Waktu berlalu. Operasi 30 menit lagi. Saya makin deg-degan. Dua orang perawat masuk ke kamar, membawa saya ke ruang operasi dengan kursi roda. Di lobby ruang operasi saya harus ganti baju operasi yang warnanya hijau. Setelah itu baru digelandang ke ruang operasi yang sebenarnya... Aaaaaaaaaaa...!!!

Di dalam ruang operasi ada lampu yang bentuknya aneh. Mungkin sebagai penerangan untuk keperluan operasi. Di sana sudah ada beberapa orang, yang pasti ada dokternya. "OK, kamu siap?" tanya dokter. Saya diam. Namun mungkin bagi dokternya, diam berarti OK... Huhuhu...

Saya dipasangi alat di lengan atas seperti tensimeter, tapi otomatis, lalu infus diganti yang baru. Setelah itu saya disuruh duduk oleh dokternya, kemudian diberi suntikan bius di tulang belakang. Lha, kok di tulang belakang Dok? Bukan di sekitar perut? Dokternya menjawab, "Itu karena di tulang belakang ada pusat syaraf-syarafnya, jadi kalau yang disuntik di ruas tertentu, nanti badanmu dari perut ke bawah akan lumpuh. " Oh, ternyata begitu. Saya tanya lagi, "Nanti ketika operasi saya sadar atau tidak Dok?" Dokternya mengiyakan. Dag-dig-dug...

Beberapa saat kemudian dokter itu meletakkan benda seperti sekat di atas dada saya. Mungkin agar saya tidak dapat melihat proses operasi. Lalu dia menyentil-nyentil perut hingga kaki saya, memastikan apakah biusnya sudah berfungsi. Saya sudah separuh lumpuh, jadi tidak merasakan lagi apa yang dilakukan para dokter kepada tubuh saya. Operasi dimulai...

But wait friends, kata perawatnya nanti pas operasi akan merasakan pingin muntah. Tapi kok nggak ya? Hmm... Nggak lama kemudian badan saya lemas. Saya dapat melihat darah keluar dari perut saya lewat pantulan cermin lampu operasi. Wah, mulai terasa mual. Kacau, makin lama makin mual hebat, saya mau muntah tapi nggak bisa karena perut saya kosong. Selain itu saya merasa sangat haus. Efek mual dan haus ini mungkin karena dehidrasi. Keringat dingin saya bercucuran, tatapan mata saya kosong, terus berpikir andai saya tak selamat dalam operasi ini, mungkin beginikah rasanya sakaratul maut???. Mata saya terpejam sendiri tapi dalam pikiran yang masih sadar dan telingapun mendengan dengan normal. Oh, beginikah masa kritis itu? Sepertinya saya pingsan. Ada orang yang mengganti infus saya. Secepat itukah infusnya habis? Ternyata memang habis, saya dapat melihatnya walaupun tidak jelas. BENAR-BENAR KACAU RASANYA...!!! Sepertinya saya tidak akan selamat... Dalam hati terus berkumandang kalimat syahadat, takut kalau nyawa saya diambil oleh malaikat maut... Tiba-tiba saya tidak sadar sejenak...

Semenit kemudian rasanya cairan di tubuh saya mulai beranjak normal, saya kembali sadar, kali ini malahan dapat kembali melihat dan berbicara. Saya sepertinya melihat banyak darah dibalut kassa di perut saya, setelah itu dalam keadaan baru sadar saya tanyakan ke dokternya sedang dalam tahap apa operasi saya ini. Katanya sedang dijahit, saya telah melewati masa kritis. Alhamdulillah...

Operasi selesai. Saya mau mencoba menggerakkan kaki saya. Tidak bisa !!! Benar-benar tidak bisa. Betapapun sulitnya saya ingin menggerakkan kaki tetap tidak bisa. Efek biusnya luar biasa. Untuk pindah ke kasur saya mesti diangkat oleh 3 sampai 4 orang.

Malam pertama setelah operasi saya tidak bisa tidur. Rasa sakitnya baru terasa sekarang. JAUH LEBIH SAKIT daripada ketika dioperasi. Apalagi rasa yang sangat tidak nyaman di bagian perut. Ya Allah, kenapa ini??? Saya tidak bisa buang air kecil, mungkin karena syaraf-syaraf saya masih belum waras. Kakipun belum bisa bergerak. Benar-benar sakit, tidak kuat hingga saya minta tolong perawat. Dia datang, saya disuntik di bagian infus. Ketika cairan itu masuk ke pembuluh darah rasanya SAKIIITTTT SEKALIIII... Apa ini???

Beberapa saat kemudian mata saya terasa luar biasa berat namun masih tidak bisa istirahat. Masih kalah oleh rasa tidak nyaman hebat di perut. Mungkin karena efek biusnya yang hilang. Tetapi hingga pagi saya tidak bisa tidur, tidak bisa buang air, tidak bisa jalan. Makin meronta dan oleh perawat diberi suntikan yang sama... Sakit sekali... Tetapi setelah itu mata saya jadi berat lagi... Sepertinya saya disuntik Morfin... Wah, makin kacau deh ini...

Memang yang paling kacau rasa tidak nyaman di perut yang luar biasa itu. Namun berangsur-angsur pulih setelah bisa buang air kecil. Buang airnya pun mesti pakai selang & alat-alat aneh...

Beberapa hari kemudian saya diperbolehkan pulang namun tidak boleh beraktifitas banyak. Yang aneh ketika saya melepas infus kok langsung mual, bahkan saya sempat muntah dua kali. Padahal sebelumnya tidak ada apa-apa. Itu kenapa ya?

Sepertinya penyakit ini akibat saya yang sering jajan sembarangan tanpa memperdulikan kebersihan makanan. Wah, pokoknya tidak enak kalau dioperasi. Tobat deh, sekali aja.
Semoga artikel ini bisa berguna buat kita semua, apalagi yang belum pernah sakit usus buntu agar tetap menjaga kesehatan dan menjaga sumber makanan yang diperoleh.

Thursday, September 10, 2009

Tuhan Tolong....

Dalam kesendirian malam, di balik lelap sang surya, kembali ku terbangun.
Tak mengerti apa yang harus kulakukan.
Terdiam, termenung, kemudian sejenak merenung...

Kutelaah masalah hidup yang kian terajut menutupi tubuh lemasku.
Kutelusuri satu demi satu hingga terenyuh dalam.
Gelap, sembab, sakit, dan sempit...
Begitulah ternyata labirin hati maupun perasaanku.

Dinginnya malam Yogya tak sedingin temperatur bilik jiwaku.
Begitu tenang, namun bergelora dalam kepiluan.
Kuterawang masa laluku.
Masih jelas terbayang kasih-sayang Tuhan kepada seonggok daging tak berguna ini.
Yang lahir dari seorang Ibu yang lemah, namun berharap buah hatinya tumbuh menjadi insan yang kuat.
Namun, tampaknya harapan kedua orang tuaku mulai sirna.
Aku tak tumbuh sempurna seperti yang mereka harapkan.
Cinta dan kasih sayang mereka belum mampu kubalas, bahkan kusia-siakan akibat fanatisme dunia yang merenggut jiwaku.
Seonggok daging yang tak dapat dibanggakan siapapun dari segi apapun.
Aku tidak cakap, tidak cerdas, tidak pula berharta.
Tiap waktu hanya membebani keluarga.
Melelehkan air mata dari jiwa yang melahirkannya.

Tuhan, apakah kedua orang tuaku menyesal telah melahirkan anak seperti diriku ini?
Yang tiada hentinya mengecewakan dan selalu sombong pada mereka.
Seorang anak yang mungkin tak tahu balas budi telah dicukupkan segala apa yang diperlukan.
Tetapi makin tak tahu diuntung ataupun sadar diri.
Mungkin, jikalau aku tidak lahir, sekarang orang tuaku tak akan bersusah-susah memikirkanku ini.

Tuhan, tolong berikanlah Rahmat-Mu pada kedua orang tuaku.
Berikan rezeki yang melimpah.
Dan tentunya berikan surga-Mu pada mereka kelak.
Ku ingin melihat mereka bahagia.
Walaupun mungkin aku tak mampu berkumpul dengan mereka di alam selanjutnya.
Terbakar dalam kedurhakaan.
Serta kesedihan yang mendalam.

Tuhan, kabulkan do'a hamba-Mu ini...

Tuesday, September 08, 2009

Rahasia-Mu

Ya Allah. Engkaulah Tuhan yang layak disembah. Yang Maha Memberi Rezeki, Yang Maha Mengatur, dan tentunya Yang Maha Bijaksana.

Kali ini, dalam kepiluan bathin kembali ku berdo'a pada-Mu yaa Allah...

Ampun yaa Allah. Aku benar-benar tak mengerti teka-teki apa lagi yang Engkau mainkan dalam labirin kehidupanku. Aku tak mampu menerka apa yang ada di balik ujian-Mu kali ini.
Betapa berat rasanya cobaan yang kuterima dari-Mu yaa Allah. Mungkin akibat dari kesalahanku sendiri, mungkin karena diriku yang sangat kurang bersyukur, atau bahkan mungkin dari akumulasi dosa-dosaku di masa lalu yang tak mungkin terhitung. Sehingga dengan suburnya pilar-pilar kesombongan berdiri tegak di hati dan jiwaku. Racun-racun setan mengalir dalam darahku. Yang membutakanku dari segala nikmat, rahmat dan maghfirah-Mu.

Tapi sejujurnya yaa Allah. Dalam kebiadaban akhlakku ini, jiwaku menjerit memohon ampunan-Mu. Begitu dahsyat hingga sering melelehkan air mataku. Meski tak jarang tangisan itu diabaikan oleh kesombongan logikaku ini...

Yaa Allah, jangan Kau adzab diriku ini. Kemana lagi ku harus mencari ma'rifat-Mu? Serta solusi dari segala permasalahan hidup yang terasa begitu pelik...

Yaa Rabb, tunjukkanlah hamba-Mu ini jalan keluar. Jalan keluar dari segala permasalahan hidup, kesombongan, dan kemunafikan diri hamba ini. Hanya kepada Engkaulah hamba mengadu dan memohon. Jangan buat hamba kecewa dalam memohon pada-Mu ya Allah...